Mantan Wakil Komisaris Utama Pertamina DR.Ir.Umar Said tampil pada kesempatan berikutnya pada sesi pembahasan Hulu Energi. Pak Umar Said membuka pembahasannya dengan pernyataan yang menghentak: “Ketahanan energi dinilai kuat jika, sedikitnya sepuluh tahun ke depan, kebutuhan energi nasional sudah dipetakan dan dipastikan akan terpenuhi dengan jelas, baik sumber maupun jumlahnya. Mengapa sepuluh tahun? Karena diperlukan, sedikitnya, sepuluh tahun untuk mengubah keadaan energi suatu bangsa tanpa goncangan!”.
Beliau kemudian mengungkapkan,”Kebijakan energi nasional harus ditujukan untuk meningkatkan ketahanan energi yang belum kokoh, yaitu: Mencari tambahan cadangan terbukti, Meningkatkan produksi dengan teknologi yang lebih baik, Mengendalikan penggunaan minyak dan mengembangkan sumber-sumber energi lain. Instrumen kebijakan utamanya adalah: Tatakelola dan Harga”. Selanjutnya beliau mengungkapkan upaya-upaya untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas dapat dilakukan dengan cara Penggunaan Teknologi Produksi yang Lebih Baik, Eksplorasi Ulang di Wilayah Kerja Pertamina, Kepastian Berusaha., Pengalihan Blok Migas yang Berakhir, Eksplorasi Segar di Kawasan Baru, Menambah produksi gas dari CBM, Memperkuat Kemampuan Jasa dan Teknologi Nasional.
“Pertamina harus segera menggunakan teknologi EOR secara masif dan memastikan bahwa .Peralatan produksi Pertamina harus selalu prima, dilain pihak Kemampuan analisis G&G Pertamina harus ditingkatkan serta Sisipan SDM professional dari pasar untuk mempercepat peningkatan mutu SDM Pertamina,” tambahnya lagi.
“Komunikasi memegang peranan penting dalam memberikan kepastian berusaha,” kata lelaki yang sebagian besar rambutnya sudah memutih itu. Pengenaan bea masuk atas barang-barang milik negara yang dikenakan kepada kontraktor secara logika adalah salah. Bea masuk seharusnya menjadi beban pemilik barang. Kontraktor hanya memberi talangan saja. Mendengarkan keluhan para kontraktor, Menkeu melalui PerMen Keu No. 70/PMK.011/2013 tanggal 2 April 2013, menghapuskan bea masuk tersebut. Ini adalah contoh bagaimana dengan komunikasi Pemerintah dan Pelaku Usaha memecahkan masalah bersama. Pemerintah yang sekarang diwarisi banyak masalah yang harus segera diselesaikan melalui komunikasi dua arah, saling percaya, saling membutuhkan.
Beliau kemudian menyoroti upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat kemampuan jasa migas Indonesia. Menurutnya, hampir seluruh kegiatan industri minyak tidak dikerjakan oleh perusahaan minyak, tetapi oleh perusahaan jasa. Tahun 2013 cost recovery migas mencapai US$15 milyar lebih. Inilah kira-kira omset barang dan jasa sektor hulu migas. Perusahaan barat menguasai teknologi dan peralatannya. Perusahaan jasa dalam negeri pasti kalah lelang melawan perusahaan barat karena tidak mempunyai kemewahan teknologi dan peralatan. Sementara itu, Perusahaan Tiongkok mendapat fasilitas dana murah dari Pemerintahnya. Perusahaan jasa Indonesia pasti kalah lelang karena tidak mempunyai kemewahan dana murah. Indonesia yang mempunyai sumberdaya alam, namun perusahaan jasa dalam negeri Indonesia, khususnya di sektor migas, hampir menjadi penonton saja, karena tidak didukung oleh aturan yang berpihak. Padahal semua lelang itu adalah belanja APBN yang disebut cost recovery.
“Padahal,” lanjutnya kemudian,”Cost recovery adalah Goverment Spending. Tidak ada yang boleh mengaturnya kecuali Indonesia sendiri. Cost recovery harus dibelanjakan berpihak pada produksi dalam negeri. Sekarang keberpihakan itu hampir tidak terjadi. Sistem TKDN yang berlaku sekarang, lebih berupa prosedur berhitung yang kosong. TKDN yang dilakukan di banyak negara lain adalah “pemaksaan” untuk menggunakan apa saja yang dibuat di negerinya. Awalnya fabrikan hanya menjadi tukang jahit. Rancangan, bahan baku dan peralatan produksi masih diimpor. Pemerintah menetapkan jadwal perubahan dari tukang Jahit menjadi fabrikan yang sebenarnya. Itu pekerjaan pemerintah, bukan pekerjaan perusahaan jasa migas, yang diharuskan berhitung dengan tabel-tabel prosedur. Jika sistem “pemaksaan” itu dijalankan, perusahaan jasa dan teknologi asal Indonesia pasti akan berkembang. Indonesia bisa menjadi pemasok teknologi dunia”.
Diskusi berkembang begitu menarik dan memikat. Sejumlah penanya dan pembahas menanggapi uraian narasumber. Salah satunya Alumni Teknik Elektro Unhas, Mulyawan Samad yang juga seorang praktisi migas di BP (British Petroleoum). Ia menyoroti soal industri jasa konstruksi migas di Korea Selatan yang berkembang begitu pesat dengan customer yang “antri panjang” menunggu giliran. “Kita sesungguhnya memiliki kemampuan serupa khususnya di Batam yang sudah mempunyai fasilitas cukup lengkap. Dukungan pemerintah dan pemberian insentif investasi serta kemudahan birokrasi akan mampu membuat perusahaan jasa konstruksi migas mampu bersaing di pentas global,”ujarnya bersemangat.
Menutup rangkaian acara Lokakarya Energi Nasional Ketua IKA Teknik Unhas chapter Jabodetabek A.Razak Wawo didampingi Ketua Steering Committee DR.M.Sapri Pamulu membacakan draft rumusan hasil Lokakarya Energi Nasional IKA Unhas yang akan diserahkan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait di Indonesia. Pada kesempatan tersebut pula dibacakan deklarasi pembentukan Lembaga Penelitian dan Pemanfaatan Teknologi IKA Unhas.
Semoga hasil Lokakarya Energi Nasional ini memberikan manfaat yang lebih luas bagi upaya-upaya perbaikan tatakelola migas nasional menuju kesejahteraan dan kemakmuran bangsa yang jauh lebih baik lagi di masa depan. Salut untuk IKA Unhas Jabodetabek atas inisiatif penyelenggaraan kegiatan ini dan sampai ketemu pada seminar berikutnya
(Selesai)