Didasari kepedulian dan semangat untuk ikut berkontribusi dalam membangun negeri, IKA UNHAS merencanakan sebuah Lokakarya Energi dengan tujuan mencari sejumlah jalan keluar untuk mengatasi dan mengantisipasi ancaman kiris energi yang membayangi negeri ini.Tulisan dibawah ini adala bagian dari sejumlah rangkaian tulisan sebagai pengantar menuju pelaksanaan Lokakarya pada awal bulan Desember mendatang.
Tersadar dari buaian
Tidak sampai sewindu ke belakang, kita seperti tak percaya bahwa Indonesia bukan lagi menjadi bagian dari Organization of the Petroleum Exporting Countries atau lebih dikenal dengan OPEC.Ya Indonesia resmi keluar dari organisasi negara2 penghasil minyak itu pada 2008.Singkatnya, Indonesia tidak pede lagi menyebut dirinya sebagai salah satu penghasil dan pengekspor minyak dunia.Indonesia sudah menjadi Negara pengimpor minyak.Demand yang kini sudah mencapai hampir 2 kali nilai produksi minyak nasional (sekitar 1,4 juta barrel/hari) semakin menegaskan label itu.
Indonesia pernah mencapai jaman keemasan di tahun ’70 an sampai sekitar ’80 an. Saat itu lifting bisa berkisar antar 1,5 juta-an barrel/hari. Pemasukan ke Negara melimpah demikian juga dengan penghasilan para pelaku Migas atau sebagian diantaranya bisa kita sebut Mafia migas.Kurangnya tingkap pendidikan dan pengetahuan tentang emas hitam ini membuai hampir seluruh lapisan.Ironisnya , seperti halnya sekarang, sangat sedikit prosentase dari bangsa ini yang menikmati legitnya keuntungan dari sektor ini.
Tingginya produksi minyak pada saat itu bahkan sebelum era booming di tahun’70 sayangnya tidak dibarengi dengan kesadaran fundamental bahwa barang tambang adalah sesuatu yang tidak bisa diperbaharui. Ia akan habis pada suatu saat. Pemerintah terbuai dengan besarnya hasil pada saat itu, limpahan minyak di sebagian besar Jawa, Sumatera dan lapangan lepas pantai Kalimantan yang beberapa diantaranya dilabel ‘Giant Fields’ membuat mata mereka tertutup akan persiapan masa depan. Tabungan untuk generasi yang akan datang.
Pemetaan daerah2 berpotensi di Indonesia, rencana eksplorasi jangka pendek, sedang dan menengah, lay-out efisiensi energy yang sudah mulai diributkan di banyak Negara tidak terdengar di nusantara. Sejumlah proyek besar dilaksanakan tanpa transparansi yang memadai, sangat terpusat dan tertutup.Apatah lagi mau menyinggung tentang energy baru dan terbarukan. Jauh panggang dari api.
Perencanaan seksama sebuah negara tentang terkait dengan hasil bumi berupa hidrokarbon (minyak, gas, kondensat ) adalah mutlak untuk mendapatkan sebuah ketahanan energi. Jamak diketahui bahwa ketahanan energy adalah salah satu basis utama langgengnya eksistensi sebuah Negara.Ekspansi massif bahkan dalam beberapa kejadian memicu perang dinginsalah satunya adalah inisiatif dari AS dan USSR waktu itu dalam menguasai Kutub Utara dan sekitarnya.Alaska dan Siberia di eksplorasi bahkan ketika peralatan untuk bertahan hidup diarea itu belum memadai.Inggris mulai memasuki era laut dalam pertamanya, mencoba berjudi dengan kondisi ombak yang ganas di Laut Utara sambil terus berusaha memperkuat posisinya di Timur Tengah walau harus berpeluh di tengan gurun yang jauh, benar-benar jauh dari peradaban.Ketiga Negara itu bersama-sama dengan sedikit Negara di Eropa berlomba-lomba mencari dan mengamankan ‘celengan’ energy mereka sampai berpuluh dan kalau perlu bertahun ke depan.
Dimana Indonesia pada saat mereka berlomba mencari cekungan-cekungan potensial?Jawabannya kembali di atas. Kita menikmati hasil yang ada dan parahnya lupa bahwa cadangan terbukti semakin menipis dan ketika kita tersadar bahwa kita bukan lagi bagian OPEC, semuanya sudah terlambat…..Elvis has left the building. Nasi sudah hampir menjadi bubur.
Pemetaan dan Eksplorasi, sebuah keniscayaaan
Dengan ketersediaan bahan baku dan teknologi serta pengalaman yang dipunyai industry pada saat ini. Sektor produksi dan pengolahan hidrokarbon sudah bukan barang yang sulit sekali untuk didapatkan. Hal ini juga berlaku dinegara kita, ribuan fasilitas hulu baik itu di darat(onshore facilities) maupun di laut(offshore facilities) bahkan laut dalam (deep water facilities) sudah bertebaran di Negara kita. Tetapi, masalah yang dipunya fasilitas-fasilitias yang berdiri di atas lapangan-lapangan Migas kita juga sama dengan lapangan manapun di dunia; depletion. Lapangan migas sejak pertama mengalirkan hasil migas adalah juga saat dimana cadangan dibawahnya berkurang.Tanpa intervensi, pengeboran minyak baru atau usaha-usaha seismic dan eksplorasi adalah resep paling manjur untuk melihat sebuah lapangan minyak menemui ajalnya. Teknologi pembantu seperti gas lift, water injection, steam injection, EOR tidak akan bisa berbuat significant untuk meningkatkan lifting. Untuk hasil yang signifikan dimana pengeboran dan usaha lainnya tidak bisa lagi dilakukan, rumusnya selalu adalah eksplorasi, eksplorasi dan eksplorasi.
Menurut AEIA, cadangan minyak Indonesia di 2014 adalah sejumlah 3.59 Milyar barrel. Jumah itu menyusut sekitar 0.44 milyar barrel dari tahun lalu. Semakin terbengkalainya sektor eksplorasi dikarenakan banyak hal diyakini akan membuat laju penurunan akan semakin cepat terjadi berbanding lurus dengan kebutuhan energy yang semakin meningkat.Defisit Pasokan Minyak akan semakin melebar sehingga kontribusi Defisit Anggaran dari Impor Minyak akan semakin membengkak dari sekitar 29 Milyar US Dollars (2015) menjadi sekitar 68,7 Milyar US Dollars (2025)
Hal yang sama juga terjadi pada sector Migas lain yaitu gas bumi. Pertumbuhan cadangan gas Indonesai boleh dikata jalan di tempat kalau tidak mau dikatakan mundur. Tahun 2013 mencatat cadangan sejumlah 3.07 trilyun meter kubik yang berkurang menjadi 2.92 tmk di tahun ini. Contoh nyata adalah pengolahan gas lapangan Arun yang sekarang tidak dapat lagi men-support Arun LNG.
Indonesia sebenarnya punya banyak energy lain yang bisa mengurangi ketergantugan kita terhadap dua komoditas utama migas ini. Namun kembali factor-faktor seperti dibelakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang membuat kegiatan eksplorasi di Indonesia menurun drastis, pedoman tatakelola lainnya, otonomi daerah, mafia migas dan lain sebagainya menjadi batu-batu sanding yang membuat harapan kita akan adanya opsi lain seperti layu sebelum berkembang. Di tulisan terpisah, diskurusu mengenai energy baru dan terbarukan ini akan kita singgung lebih terinci.
Dengan fakta dan permasalahn di atas, maka kebutuhan akan eksplorasi massive yang terintegrasi, terencana dengan matang dan memanfaatkan teknologi terkini serta didahului dengan upaya pemetaan atau seismic yang juga menyeluruh dan canggih adalah sebuah keharusan.
Salah satu factor utama dalam pelaksanaan eksplorasi ini bukan hanya teknologi.Permodalan adalah soko guru utama untuk pelaksanaan kegiatan ini.Besarnya permodalan yang diikuti resiko hasil eksplorasi adalah dua factor utama dalam manajemen resiko semua perusahaan yang bergelut di ranah ini.Dengan sendirinya 2 hal ini sejatinya harus menjadi perhatian utama pemangku Negara untuk menarik para pelaku eksplorasi datang dan melakukan kegiatan eksplorasi di tanah air.
Sekali lagi sayangnya selama beberapa dekade ini Indonesia tidak memiliki Kebijakan Pengelolaan Energi Strategis yang komprehensif dan terpadu. Yang kedua, tidak adanya suatu Perencanaan Jangka Panjang yang memadai, workable, konsisten berkelanjutan dan berimbang dengan kepentingan publik lainnya dan yang ketiga Kebijakan dari berbagai Departemen masih bersifat sektoral, terlalu berorientasi kpd target jangka pendek, tumpang tindih dan lemah koordinasinya
Kehadiran Pemerintah untuk eksplorasi.
Paragraf terakhir di atas mengantar kita untuk mengenal masalah mendasar yang secepatnya harus ditindaklanjuti oleh pemerintahan Jokowi-JK antithesis dari permasalahan itu adalah secepatnya peninjauan kembali tentang efektifitas regulasi di hulu migas utamanya eksplorasi. Instrument instrument investasi yang menarik para pelaku eksplorasi misalnya keringanan pajak yang tentunya tanpa mengorbankan integritas dan kepentingan bangsa harus di kedepankan
Kedepan, Pemerintah sekarang harus menyikapi masalah ini secara utuh (dengan berbekal data dan analisa yang kuantitatif dan realistis) dan dengan berbagai aspek tinjauan yang menyeluruh dan dinamis (ekonomi, geopolitik dalam interaksi skala Nasional dan Global), bukan asal .Kita harus bertekat bulat untuk bekerja keras bersama sama bergotong royong untuk menghadapi segala tantangan-tantangan yang semakin berat kedepan dalam mengantisipasi potensi krisis jangka pendek-menengah serta mencari solusi solusi aktual dan dalam kerangka proses kegiatan yang terukur.
Berikut sebagian langkah2 jangka pendek dan menengakh yang bisa dikedepankan menurut para pemerhati Migas :
- Memetakan dan mkelancaran pelaksanaan Proyek2 Strategis Migas
- Mendorong KKKS dan Pertamina merealisasikan potensi cadangan yang dan meng-optimalkan Produksinya utk mengantisipasi krisis jangka pendek-menengah
- Optimalisasi Pengelolaan Sisa Cadangan Migas Existing
- Memperbaiki Tata Kelola Bisnis Gas yang masih timpang (mata rantai berbagai kegiatan Hulu-midstream dan Hilir harus selaras & effisien. Pembangunan Infrastuktur Midstream (pipa transmisi) harus disegerakan guna mengantisipasi Krisis Pasokan Gas domestik.
- Optimalisasi Koordinasi Stake Holder yang terkait dalam menangani kendala-kendala eksternal.
- Penataan secara menyeluruh (Organisasi & Tata Kelola Proses Bisnis Migas) SKKMigas, ESDM, dan BUMN terkait.
Jakarta, medio Nov’2014