Ditulis oleh: Muhammad Arsan Fitri
Suara gemuruh terdengar dari teriakan lantang mahasiswa. Berjalan dari arah PKM menuju pintu I Unhas. Mereka berteriak “turunkan sekarang juga…”
Dengan pita hitam diikat di kepala. Jas merah membungkus baju kaos lusuh. Sepatu berdebu, kami menapaki aspal kampus.
Beberapa rekan kami sebagian besar telah berada di atas truk. Kami hendak ke Lapangan Karebosi. Bersama-sama ingin menumbangkan rezim. Bukan hanya mahasiswa, tapi dosen, staf dan seluruh civitas akademika Unhas turun saat demo besar Mei 1998.
Termasuk Rektor Unhas saat itu. Dialah Prof. Dr. Radi A Gany. Dengan baju putih kebiru-biruan ia berjalan di antara ribuan mahasiswa.
Tetiba ia naik ke atas truk yang saya tumpangi. Saya berada di sisi pintu luar truk. Ia langsung melompat. Dan berdiri tepat di belakangku.
“Air minum dan makanan aman semua to,” kata Prof Rady yang langsung disambut yes oleh mahasiswa.
“Saat di jalan nanti, tidak boleh ada yang anarkis. Kamu sebagai korlap, awasi trukmu. Jaga teman-temanmu jangan sampai celaka,” katanya kepadaku.
“Siap Prof. Insya Allah kita tiba di Karebosi dengan selamat dan kembali lagi ke kampus,” kataku.
Setelah itu Prof Radi turun. Ia kembali bersama dosen dan mahasiswa yang lain.
Tak bisa dipungkiri, Prof Radi adalah salah satu rektor yang paling akrab dengan mahasiswa kala itu. Ia selalu berjalan melintasi koridor memantau kampus. Tanpa pengawalan. Ia bukan rektor yang haus pujian. Dan tidak butuh protokoler. Ia adalah rektor yang membumi. Dan selalu menebar kebaikan dan kebajikan.
Kepemimpinannya di mata mahasiswa begitu istimewa. Apalagi di periode pertamanya didukung dengan Pembantu Rektor III, Prof Amran Razak yang sangat sombere. Yang rela berkorban demi mahasiswa.
Tapi kini, guru besar Pertanian ini telah berpulang dini hari tadi. Suaranya yang berat akan terus dirindukan para aktivis Unhas era pertengahan hingga akhir tahun 90-an.
Selamat jalan Prof.
Semoga husnul khatimah…